Pada 17 Agustus 2025, bendera Merah Putih kembali dikibarkan di seluruh penjuru negeri, menandai delapan dekade perjalanan Indonesia sebagai bangsa yang merdeka. Usia 80 tahun bukanlah rentang waktu yang singkat.
Ini adalah momentum yang tepat untuk melakukan muhasabah—sebuah perenungan mendalam untuk mengevaluasi sejauh mana kita telah melangkah, tantangan apa yang masih menghadang di depan mata ?
Perjalanan 80 tahun ini adalah sebuah dialektika konstan antara cita-cita para pendiri bangsa yang termaktub dalam Pancasila dan UUD 1945 dengan realita kompleks yang kita hadapi dari generasi ke generasi.
Tantangan Kronis yang Masih Membayangi
kita tidak boleh menutup mata terhadap sejumlah pekerjaan rumah yang belum tuntas dan bahkan menjadi penyakit kronis diantaranya :
- Korupsi dan Penegakan Hukum, Korupsi masih menjadi musuh utama bangsa. Praktik ini menggerogoti sendi-sendi perekonomian, merusak kepercayaan publik terhadap institusi negara, dan menghambat pelayanan publik yang berkualitas. Penegakan hukum yang masih terkesan tebang pilih atau tajam ke bawah tumpul ke atas menjadi cerminan bahwa supremasi hukum yang berkeadilan masih jauh dari ideal.
- Kesenjangan Ekonomi, Pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum sepenuhnya dirasakan secara merata. Jurang antara si kaya dan si miskin masih menganga lebar. Koefisien Gini yang relatif stagnan menunjukkan bahwa kue pembangunan belum terdistribusi dengan adil. Hal ini berpotensi menjadi bom waktu sosial jika tidak ditangani secara serius.
- Polarisasi Sosial, Kemajuan demokrasi sayangnya juga diiringi oleh menguatnya politik hasut yang memecah belah. Isu suku, agama, dan ras (SARA) masih mudah disulut untuk kepentingan politik sesaat. Tantangan kita adalah merawat keberagaman bukan hanya sebagai warisan, tetapi juga sebagai kekuatan untuk maju bersama.
- Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), Indonesia akan segera menghadapi puncak bonus demografi. Ini adalah pedang bermata dua. Tanpa peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan, dan keterampilan yang signifikan, bonus demografi justru bisa berubah menjadi bencana demografi, di mana angkatan kerja melimpah namun tidak produktif.
Peringatan 80 tahun kemerdekaan ini harus menjadi titik tolak untuk akselerasi menuju visi Indonesia Emas 2045. Untuk mencapainya, ada beberapa agenda mendesak yang harus menjadi prioritas bersama:
- Reformasi Birokrasi dan Hukum, Memberantas korupsi hingga ke akarnya dan memastikan hukum berlaku adil bagi semua warga negara adalah prasyarat mutlak untuk membangun pondasi negara yang kokoh.
- Transformasi Ekonomi Berbasis Inovasi, Kita harus beranjak dari ekonomi yang berbasis komoditas dan tenaga kerja murah menuju ekonomi yang digerakkan oleh inovasi, teknologi, dan industri bernilai tambah tinggi. Hilirisasi sumber daya alam adalah langkah awal yang strategis.
- Pembangunan Manusia yang Holistik, Investasi besar-besaran pada sektor pendidikan vokasi, riset, dan kesehatan menjadi kunci untuk menciptakan SDM unggul yang mampu bersaing di panggung global.
- Pembangunan Berkelanjutan, Pertumbuhan ekonomi tidak boleh lagi mengorbankan kelestarian lingkungan. Komitmen terhadap ekonomi hijau dan pembangunan berkelanjutan adalah warisan terbaik bagi generasi mendatang.
Mengevaluasi 80 tahun kemerdekaan Indonesia membawa kita pada satu kesimpulan yaitu : perjalanan ini adalah maraton, bukan sprint. Ada banyak hal yang patut kita banggakan, namun lebih banyak lagi yang harus kita perbaiki.
Cita-cita kemerdekaan untuk menjadi bangsa yang berdaulat, adil, dan makmur belum sepenuhnya terwujud. Namun, harapan itu tidak pernah padam. Dengan semangat gotong royong, kerja keras, dan kepemimpinan yang visioner, kita memiliki semua modal untuk membawa Indonesia melompat lebih tinggi. Tugas kita bersama adalah memastikan bahwa di usianya yang ke-100 nanti, Indonesia benar-benar menjelma menjadi bangsa emas yang kita impikan
Alfathu Kabiru Rifa’ i