Sertifikasi Halal Indonesia Dikritik AS, Alfath Pendamping PPH : Indonesia Tidak Boleh di Atur Asing !

Alfath sedang melakukan pendampingan sertifikasi halal untuk UMK
Alfath sedang melakukan pendampingan sertifikasi halal untuk UMK

Pemerintah Amerika Serikat dilaporkan kembali menyuarakan keluhan mengenai proses sertifikasi halal di Indonesia. Washington menilai persyaratan dan prosedur sertifikasi halal yang diterapkan Indonesia menghambat masuknya produk Amerika Serikat ke pasar Tanah Air.

Keluhan ini mencuat di tengah upaya AS untuk memperluas akses pasar global bagi produk-produknya. Namun, kritik tersebut langsung mendapatkan tanggapan keras dari kalangan akademisi dan praktisi halal di Indonesia.

Salah satu yang menentang pandangan Amerika Serikat adalah Alfathu Kabiru Rifai sebagai Pendamping Proses Produk Halal dan Koordinator Lembaga Pendamping Proses Produk Halal (LP3H) UIN Sunan Kalijaga Cabang Provinsi Banten. Menurut Alfathu, protes yang dikaitkan dengan pandangan dari Donald Trump ini menunjukkan kurangnya pemahaman AS mengenai esensi dan landasan hukum sertifikasi halal di Indonesia.

“Sertifikasi halal di Indonesia itu bukan barrier to trade atau hambatan perdagangan yang dibuat-buat. Ini adalah amanah undang-undang, amanah konstitusi kita untuk melindungi warga negara, khususnya umat Islam, agar bisa mengonsumsi produk yang terjamin kehalalannya,” ujar Alfathu Kabiru Rifai saat dimintai komentarnya.

Dia menjelaskan, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) dan peraturan turunannya adalah bentuk kehadiran negara dalam memberikan kepastian hukum bagi konsumen muslim. Proses sertifikasi halal melibatkan serangkaian tahapan yang ketat, mulai dari pemeriksaan bahan, proses produksi, hingga distribusi, sesuai dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Indonesia Berhak Menetapkan Standar Sendiri

Alfathu menegaskan bahwa Indonesia sebagai negara berdaulat memiliki hak penuh untuk menetapkan standar dan persyaratan produk yang masuk ke wilayahnya, termasuk standar kehalalan, sama seperti negara lain menetapkan standar kesehatan, keamanan, atau lingkungan.

“Kalau Amerika Serikat protes produknya terhambat, seharusnya mereka mempelajari dan mematuhi aturan yang berlaku di sini. Perusahaan-perusahaan Amerika harus mengikuti prosedur dan persyaratan yang ditetapkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan lembaga terkait lainnya. .

Menurutnya, jika produk AS memang memenuhi standar kehalalan sesuai dengan syariat Islam dan aturan yang berlaku di Indonesia, seharusnya tidak ada kendala dalam proses sertifikasi. Isu yang mungkin muncul adalah adaptasi perusahaan asing terhadap sistem dan persyaratan yang mungkin berbeda dengan negara lain.

Alfathu menambahkan, klaim AS yang mengaitkan sertifikasi halal dengan proteksionisme dagang adalah pandangan yang keliru. Esensi sertifikasi ini adalah perlindungan hak konsumen muslim untuk mendapatkan produk yang sesuai dengan keyakinannya, di negara dengan populasi muslim terbesar di dunia.

“Ini murni soal jaminan produk halal. Pasar Indonesia sangat besar, dan kesadaran masyarakat akan pentingnya produk halal juga tinggi. Jika produk asing ingin masuk dan diterima di pasar ini, mereka harus menghormati dan memenuhi persyaratan yang ada,” tutup Alfathu Kabiru Rifai.